Minggu, 03 Juli 2011

A. Pendahuluan

Di era otonomi daerah seperti sekarang pemerintah daerah dan kota di sibukkan dengan pembangunan yang di biayai oleh APBN/APBD dari daerah masing-masing. Setiap daerah di berikan hak untuk membangun daerahnya dalam bidang apapun yaitu ekonomi, kesehatan, pembangunan, keamanan dll. Dalam hal ini pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik seperti jalan, gedung sekolah, tempat pariwisata, rumah dan sebagainya, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Pembangunan SDM dilakukan agar putra putri Indonesia khususnya kota pekanbaru dapat bersaing dalam semua bidang dan di harapkan mereka mampu membangun, mengelola, dan memanfaatkan potensi yang ada di Pekanbaru baik sekarang maupun yang akan datang. SDM yang memiliki daya saing dan kredebilitas tinggi di harapkan juga mampu menjadi motorik untuk kemajuan seluruh komponen masyarakat Pekanbaru dan sekitarnya.


Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional dalam :

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga
negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.




Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


Atas dasar UU di atas dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa pendidikan adalah termasuk dalam perencanaan pembangunan nasional dan atau perencanaan pembangunan daerah jangka panjang. Karena pendidikan yang di peroleh dalam masa belajar sebagaimana di sebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 di sebutkan bahwa pendidikan sebagai wadah pengembangan potensi diri yang bertujuan untuk berkepribadian dan berpengetahuan untuk dirinya, bangsa, agama dan Negara.

Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Pertanyaan beranjak dari benarkah semua indikator ekonomi memberikan gambaran kemakmuran. Beberapa ekonom modern mulai mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengangguran, distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Teriakan para ekonom ini membawa perubahan dalam paradigma pembangunan menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Kuncoro, ¬2003). Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai (Kuncoro, 2000; Todaro, 2000):



1. Ketahanan (Sustenance): kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2. Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3. Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Selanjutnya, dari evolusi makna pembangunan tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran makna pembangunan. Menurut Kuncoro (2004), pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak negara berkembang mulai menyadari bahwa “pertumbuhan ekonomi” (economic growth) tidak identik dengan “pembangunan ekonomi” (economic development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir, 1986). Ini pula agaknya yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara, 1986, Meier, 1989 dalam Kuncoro, 2004). Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan. Myrdal (1968 dalam Kuncoro, 2004), misalnya mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang menekankan pentingnya pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan nilai-nilai dan kelembagaan. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangun¬an, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan.


Dalam praktik pembangunan di banyak negara, setidaknya pada tahap awal pembangunan umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai “instrumen” atau salah satu “faktor produksi” saja. Manusia ditempatkan sebagai posisi instrumen dan bukan merupakan subyek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi kepuasan maupun maksimisasi keuntungan.
Konsekuensinya, peningkatan kualitas SDM diarahkan dalam rangka peningkatan produksi. Inilah yang disebut sebagai pengembangan SDM dalam kerangka production centered development ¬(Tjokrowinoto, 1996). Bisa dipahami apabila topik pembicaraan dalam perspektif paradigma pembangunan yang semacam itu terbatas pada masalah pendidikan, peningkatan ketrampilan, kesehatan, link and match, dan sebagainya. Kualitas manusia yang meningkat merupakan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial. Alternatif lain dalam strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau panting people first (Korten, 1981 dalam Kuncoro, 2004). Artinya, manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pem¬bangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumber daya yang paling penting Dimensi pembangunan yang semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan trampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai ¬subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya.



B. Pembahasan

SMKN 1 Pekanbaru magangkan siswa ke Malaysia (Metro Riau).

Pihak sekolah telah berkomitmen untuk magangkan siswanya ke Malaysia, hal ini dilakukan agar para siswa memiliki pengetahuan, skill, pengalaman dan daya saing terhadap bangsa dan tenaga kerja baik di dalam maupun luar negeri kedepannya. Dengan di magangkannya siswa ke luar negeri diharapkan juga ilmu yang didapatkan disana dapat di aplikasikan di kota pekanbaru. Karena suatu kedepannya dapat dimungkinkan di Pekanbaru berdiri perusahaan otomotif sehingga tenaga kerja local dapat bekerja di negerinya sendiri, serta dapat menyerap investasi dan nilai ekonomis. Dalam hal ini pihak sekolah harus mendapat dukungan serta apresiasi dari pihak pemerintah kota, orang tua murid dan seluruh komponen masyarakat. Sehingga dengan dukungan yang luar biasa tersebut dapat menjadi pemicu semangat siswa agar selalu memberikan kontribusi positif baik kepada sekolah, dirinya maupun lingkungan luas.


C. Kesimpulan

Pihak pemda harus mengapresiasi trobosan yang dilakukan pihak sekolah dengan pemberian ijin, dukungan dana, serta dukungan penyedia lowongan pekerjaan setelah menyelesaikan pendidikan dan beasiswa bagi siswa yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Bentuk apresiasi tersebut juga dapat di tuangkan dalam bentuk Perda yang mengatur tentang semuanya yang menyangkut di atas. Hal diatas merupakan perencanaan pembangunan SDM dalam jangka panjang sehingga dapat memanfaatkan SDA, peluang dan untuk kesejahteraan kedepannya.Pada hakekatnya pembangunan nasional dan pembangunan daerah didukung oleh pembangunan multi dimensial.



DOSEN PEMBIMBING:
Annisa Mardatillah. S.Sos, M.Si



PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(ISSU PPD DI KOTA PEKANBARU)



OLEH:
PRIYO HANIS : 087310408

KELAS IP E
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar